Bismilahirrahmanirrahiim.
Alhamdulillahilladzi amarana
bittaqwa wal birri. Wan naha anil ma’syiyati wal ‘ishyani, Allahumma
Sholi Washoli ‘ala Muhammadin wa ‘ala alihi wa ashabihi ajmain. Amma
ba’du.
“Bergegaslah mendidik anak-anak mu
sebelum datang kesibukanmu, jika dia telah dewasa, namun tidak berkal,
maka dan dia akan merepotkan dan memusingkanmu”. (Hikmah Ulama salaf, dalam kitab Ibnu Qoyyim al-Jauziyah)
Wahai sobatku yang sholeh, segala puji bagi Allah yang telah menciptakan
anak-anak kami dari perut ibunya tanpa mengetahui sesuatu apapun.
Dialah yang telah memberikan karunia pendengaran, penglihatan dan hati
agar mereka menjadi orang bersyukur. Shalawat dan salam tercurah atas
guru dan pendidik yang maha sempurna yaitu Baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Doaku untukmu wahai ikhwan yang kucintai. Keberkahan selalu terlimpah
bagi orangtua yang peduli terhadap masa depan anak, Semoga kita semua
selalu istiqomah dalam Dinul Islam yang berkah ini.
Saudaraku, kali ini tema yang penulis angkat bertajuk “Anakku surgaku, siapa menanam iman, pasti menuai berkah”.
Untuk mengawali tulisan ini, mari kita simak ucapan berharga seorang
pemerhati anak yang cukup ternama yaitu Ust. Faudzil ‘Adzhim: “Anak adalah amanah yang tak ternilai, mari berikan apa yang terbaik buat anak kita dalam hidupnya yaitu iman dan pendidikan…”. Subhanallah, maha sempurna Allah dengan segala penciptaan-Nya.
Ucapan sang ustadz mungkin tidak
berlebihan, bahkan bisa menjadi sebuah renungan inti bagi setiap
keluarga muslim yang mendamba kebahagiaan dan ketentraman. Ketahuilah!,
jika anak adalah asset yang tak ternilai, maka tentu ia lebih berharga
dari nilai harta bendawi lainnya. Kenapa…? Jika harta hilang atau rusak
mungkin mudah dicari bahkan cepat tergantikan, tapi tidak bagi “anak”,
ya, dalam Islam anak adalah “harta” sekaligus “amanah”. Ia aset amal
sholeh orang tua dan tiket gratis para keluarga menuju gerbang surga.
Ya, anak adalah aset dan amanah. So, Menjaga, mendidik dan merawat anak
adalah amanah yang terberat namun terhormat hasilnya jika benar dan baik
melakukannya. Anak akan berdampak baik pada keluarga jika ia sholeh dan
bertaqwa, namun bisa berdampak negatif jika berperilaku salah lagi
durhaka. Banyak pakar pendidikan anak mengatakan “Butuh seni untuk merawat atau mendidik sang buah hati”, Why…?
Sebab, kita berhadapan dengan makhluk yang memiliki hati, akal, dan
jiwa. Tentu saja menghadapi benda mati dengan benda hidup berbeda, bukan
perkara mudah untuk menanamkan iman ke dalam hati dan akal sang anak.
Persoalannya, para orang tua wajib memiliki kemauan dan keseriusan dalam
hal mendidiknya. Untuk para pemegang amanah keluarga, mari bertafakur
dengan ayat-ayat indah titipan sang ilahi untuk hati yang fitri.
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; (Qs. at-Tahrim ayat 6)]
Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya
di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh
bagimu. Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu
memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka.) Maka
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs. At-thagabuun ayat 14)
Saudaraku, ikhwan fillah fil aqidah Rahima kumullah,
Wahai engkau yang bergelar umi, untukmu para orang tua pencari iman
sejati, wahai para ayah pendamba keberkahan. Mari merapat dengan dua
pelajaran ayat yang maha dahsyat, ia mampu menggetarkan qalbu,
mengokohkan akal saat jiwa-jiwa ini mau bersandar merengkuhkan diri
dengan seuntai makna ayat yang mempesona, wahai ayah ibu yang sholeh dan
sholehah, coba seksamai pada teguran pertama di ayat pertama yang
berbunyi: “Jagalah dirimu, dan keluargamu dari jilatan api neraka…” teguran kedua dari surat ke kedua berbunyi : “Istri dan anak-anakmu bisa menjadi musuh, maka MEMAAFKAN (TIDAK MEMARAHI) dan MENGAMPUNI…”.
Jadi, apa yang kita ambil hikmah
dari kedua surat diatas?. Jika diterjemahkan dalam konteks kekinian
tentu mengandung hikmah sebagai berikut: Surat pertama mengisyartkan
sebuah kewajiban para pemimpin rumah tangga untuk menjaga ”amanah
keluarga” secara serius dan sungguh-sungguh, sebagaimana seriusnya anda
ketika diamanahkan menjaga “segenggam emas” dari titipan orang yang anda
hormati. Bagaimana sikap anda…? Ayat kedua mengandung makna “komitmen”
menjaga amanah dengan tanggung jawab yang kuat terhadap keluarga melalui
nilai-nilai pendidikan dan iman. Intinya, dua perkara yang wajib ada
pada pribadi orangtua dan keluarga muslim ialah sikap menjaga amanah
dan bertanggung jawab dalam persoalaan anak. Faham kah kita? Jika
sebuah amanah disia-siakan…? Ingatkah kita jika menyerahkan amanah
kepada yang bukan ahlinya…? Sekali lagi keluarga adalah amanah, anak
adalah amanah, maka ia wajib dijaga dan di jalani dengan
sebenar-sebenarnya. Sadarkah kita! Hancurnya rumah tangga, rusaknya
anak, berawal dari menyia-nyiakan amanah anak dan tidak bertanggungjawab
soal pendidikan iman terhadap anak dan keluarga. Ada hikmah mengatakan:
“Anak yatim bukan yang ditinggal mati kedua orangtuanya, tapi anak
yatim ialah yang kurang diperhatikan ibunya, dan tidak mendapat
pendidikan dari ayahnya karena kesibukan masing-masing.”
Kini, berapa banyak anak-anak kita
menjadi yatim walau ber-ayah dan ber-ibu, adakah anak yatim dikalangan
keluarga muslim…? Mungkinkah keluarga muslim bisa lengah memperhatikan
pendidikan iman keluarganya…? Tentu ada, anak anak kita menjadi korban
egoisme kedua orang tuanya, yang mengejar materi tapi melupakan iman
sang buah hati. Bahkan kelengahan kita sering membina orang lain, tapi
melupakan ladang iman dalam rumahnya sendiri, membina tapi tidak terbina
keluarganya, mendidik tapi tak tersentuh didikan untuk sang buah hati.
Kini orang tua banyak terkecoh membenahi diri anak dari sisi jasmani dan
materi, namun menghempaskan sentuhan ruhani sebagai kebutuhan yang
hakiki si buah hati, Ya Allah, mereka lebih banyak mengisi hati sang
anak dengan bahasa dan harapan materi duniawi, sementara asupan gizi
nilai-nilai spritual keagamaan dan akhirat semakin jarang dilakukan. Baiti jannati
sebatas slogan tanpa ada ruh yang didapat. Jangankan surga, serambinya
saja tak didapat. Senyuman, teguran, arahan dan nasehat sebagai
kebutuhan batin telah hilang dalam keluarga, sentuhan-sentuhan cinta,
cerita dan nasehat agama sama sekali lenyap pada pribadi sang anak.
Perintah sholat untuk sang buah hati terhapus dengan kesibukan permainan
Play Stasion (PS), anjuran membaca al-qur’an telah lenyap tergantikan
dengan asyik didepan layar kaca (TV).
Saat ini, anak lebih akrab dengan smartphone ketimbang mushaf al-Qur’an, lebih memilih berlama-lama di TV ketimbang banyak membaca al-Qur’an, hiburan home theatre menjadi soulmet
sehari-hari bagi si anak. Intinya kebaikan agama, ruh al-Qur’an, asas
iman, dan tidak lagi tertanam dan terdengar pada rumah tangga dan
pribadi keluarga dan anak. Semua tergantikan dengan nilai-nilai hedonis,
matrealis, angan-angan panjang dan senda gurau yang tak bermakna.
Innalillahi!. Demi Allah, sungguh kerugian terbesar jika iman terlepas
dari diri sang anak, sungguh kerusakan yang maha dahsyat jika agama
terhempas dalam perputaran hidup rumah tangga.
Ketika iman tergadaikan dengan hiburan,
saat al-Qur’an dikalahkan dengan tontonan, jika materi lebih unggul dari
agama, jika akhirat menjadi hal yang aneh dan dilupakan karena dunia,
maka kehancuran dan kerusakan tentu akan semakin meluas dikalangan
keluarga muslim, inilah kelalaian, dan kesalahan awal orangtua yang
banyak dijumpai tanpa ada keasadaran, perbaikan dan pertobatan.
Kelalaian menjaga amanah keluarga adalah perbuatan dosa yang berdampak
pada kerugian di akhirat, tentu saja neraka hasilnya. Kesalahan terjadi
pada umumnya, ketika merawat, menjaga anak, hanya sekedar menanamkan
aspek knowledge (pengetahuan) berupa kecerdasan intelektual
tanpa diimbangi dengan suplai kecerdasan emosional dan spritual.
Kecerdasan emosi dan nilai-nilai keagamaan akan membentuk kematangan
pribadi berupa kedewasaan dan kemapanan dalam hal keyakinan, ada hal
yang perlu diketahui istilah-istilah pendidikan anak yang dipakai dalam
lafazh bahasa arab. Yaitu seperti: Ta’lim dan Ta’dib. Pada lafadzh Ta’lim
mengandung makna “mengajarkan secara intelektual” memasukan nilai-nilai
teori, pengetahuan sebagaimana tersebut dalam ayat 31 dalam surat
al-Baqarah yang artinya: dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama
(benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat
lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu
mamang benar orang-orang yang benar!”
Intinya pada lafadzh ta’lim membentuk kecerdasan akal dan kematangan berpikir. Pada lafadzh ta’dib justru berbeda, bukan sekedar mengajarkan secara knowledge,
namun pendidikan yang yang menanamkan kecerdasan hati, pribadi dan
emosi, utamanya mensuplai “nilai-nilai kepribadian yang luhur” berupa
pembinaan akhlaq dan moral, sesuai bahasa hadits yang dipakai yaitu. Adiba, yuaddibu, ta’diban
– ‘mengadabkan manusia agar lebih beradab kepada Allah, Rasul, dan
orang tua”. lafadzh ini digunakan dalam redaksi Hadits sebagai berikut:
ادبوا اولادكم بثلاث خصل: حب نبيكم, حب قراة القران وحب اهليكم
Didiklah anak-anakmu dengan 3
perkara: ajari mereka mencintai nabi mereka, ajari dengan mencintai
membaca al-Qur’an dan mencintai keluraga mereka. ( Hr. Ibnu Majah)
Saudaraku yang kucintai, Kita sangat
berhajat dengan hadirnya anak-anak yang sholeh, cerdas, kuat, dan
bertaqwa. Kita juga berhajat terciptanya keluarga sakinah, mawaddah yang
dijanjikan surga Adn oleh Allah Swt. (Qs. Ar-ra’du ayat 23). Namun
sekedar keinginan saja tanpa usaha menjaga amanah dan tanggung jawab
pendidikan, ibarat kegelapan malam tanpa disinari cahaya, inilah
ungkapan shahabat mulia Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu: “Celakalah,
celakalah, celakalah! jika sebuah keluarga hanya didirikan sebatas
cinta tanpa rasa tanggungjawab, taqwa, dan rasa malu kepada Allah” dimana keimanan yang kau tanamkan kepada anak, ketahuilah saudaraku, “Jika kebahagiaan zhahir yang nampak tanpa landasan keberkahan, maka ibarat sebuah bayang-bayang tanpa ada sinar cahaya.”
Sebuah keniscayaan yang mustahil didapat. Persis sama dengan koleksi
amal orang-orang yang yang tidak bertauhid laksana melihat fatamorgana air diatas aspal yang gersang.
Keduanya sulit menemukan dan mendapatkan kebahagiaan yang hakiki. Dan
keberkahan hanya bisa hadir dengan iman dan taqwa (Qs. al-‘Araaf ayat
96).
Saudaraku ikhwan fillah fil aqidah,
ketahuilah, dalam al-Qur’an Cuma ada 2 model keluarga: Keluarga yang
beruntung dan keluarga yang rugi (Qs. Ar-ra’du ayat 23 dan Qs. Asy-syuro
ayat 45). Keluarga yang beruntung adalah keluarga yang mendapat
kebahagiaan, keberkahan dunia akhirat atas dasar iman dan taqwa,
sedangkan keluarga rugi yaitu keluarga yang mendapat laknat dengan
meninggalkan asas iman dana taqwa dalam rumah tangga. Jika rumah tangga
keluar dari sumbu keimanan maka jadilah keluarga merugi. Tahukah anda
wahai saudaraku, keluarga rugi ditandai durhakanya anak dan nusyuznya seorang istri. Nau’dzubillahi mindzalik.
Wahai ikhwah, ketika hidup berjalan,
maka ada tawa dan canda, senyum juga sedih, nasehat dan teguran. Semua
tergores bagai lukisan. Tak akan indah jika menikmati hidup hanya
mencari duniawi tanpa mengingat ukhrawi, tak akan bahagia hati, jika
hanya mengumpulkan materi lalu alpa menghias hati dengan iman yang
fitri, tak akan terasa syahdu, jika diri hanya menerima yang indah tanpa
merasakan ujian kepahitan. Jika semua itu sudah kita sadari, maka
sepantasnya kita menata hati, merubah diri, tentu berpikir yang
bermakna, mari bersikap adil terhadap keluarga. Gaulilah keluarga dan
anak dengan cara yang ma’ruf sesuai yang diperintahkan. Allah.
Hiasi rumah tangga kita dengan: senyum, tawa, canda, nasehat dan teguran
indah. Luangkan waktu mu duhai muslim untuk terciptanya hubungan dan
kehidupan kasih sayang antar anggota keluarga walau hanya beberapa
waktu.
Hilangkan egoisme diri dengan
mengembalikan hak-hak menghormati pendapat dan keinginan keluarga.
Mulailah membiasakan membangun komunikasi, dialog hangat untuk
terwujudnya saling pengertian antar anggota keluarga. Tidak ada yang
terzalimi, tertekan, tersakit atau dirugikan hati dan fisiknya. Semua
tidak akan terwujud, jika tidak ada kemauan, kesadaran, kesungguhan dan
kesabaran dari masing-masing orang tua. Hayo berubah, mari bekerja untuk
Islam dalam membina keluarga, jadikan surga sebelum surga di rumah
kita, jika belum mendapatkan surga, jadikanlah serambi surga keluarga
kita. Caranya…? Ya Iman asasnya, taqwa pakaiannya, al-Qur’an pedomannya,
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam quddwahnya… nah saudaraku… mari membina, mari menjaga amanah mulia ini. Let’s move on for the Best Family, good luck!
Mari memohon kepada Allah, untuk keluarga yang sakinah dan waddah, sebagaimana pesan Allah dalam al-Qur’an: dan
orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami
isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan
Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (Qs. al-Furqan ayat 74)
Wasalam.