Dedi E Kusmayadi Soerialaga
Penetratif paham Tarekat Mason Bebas sebenarnya telah lama masuk ke Indonesia sejak Budi Utomo berdiri, yang banyak didominasi para sekularis (netral agama) yang sangat antitesif dengan syariat Islam. Selain itu juga menjauhkan Islam dari politik. Kita sering mendengar "Jangan bawa-bawa agama dalam politik" seolah-olah agama hanya kepentingan Ukhrawi saja, bukankan Islam sejak jaman Rosulullah telah mengajarkan bagaimana cara berketatanegaraan dengan demikian Rosulullah mengajarkan tata cara berpolitik yang baik dan benar di jaman beliau hingga masa ke khalifahan.
Demikian juga ada yang berpendapat "politik itu kejam" seperti digaungkan oleh pelantun lagu Kang Iwan Fals. Benarkah selamanya politik itu selalu kejam? benarkah selamanya fikiran ini tertanam dalam benak kita, khususnya umat islam, hingga kita bawa mati? salahkah jika kita berpolitik karena pemikiran ini? salahkah jika kita berharap akan ada keajaiban tentang mimpi hidup dalam situasi politik yang stabil, dan kondusif alias bersih dari tangan-tangan kotor manusia benar-benar menjadi kenyataan?
Sikap manusia terbagi 3 dalam hal ini, yaitu:
1. Manusia yang berfikir politik itu kejam dan benci akan hal ini akan cenderung memandang bahwa semua bentuk politik itu kotor dan najis. sehingga mereka menjauhi hal-hal yang berbau politik, bahkan jika itu diemban dengan pemikiran dan pemahaman yang islami. Mereka akan berkata,” Islam Yes! Politik No! “. Mereka akan benar-benar ‘blank’ tentang politik dan tak mau tahu tentangnya.
Sehingga wajar timbul sikap apatis dan pesimis masyarakat. Dan mereka akan berfikir atau berpendapat, “Biarlah politik itu menjadi urusan para petinggi/politisi, kita tak usah ikut campur.” atau “Kenapa kait-kaitkan islam dengan politik? kenapa kait-kaitkan urusan agama dalam masalah negara?”..dsb
2. Mereka yang berfikir bahwa politik itu memang kejam dan tak ada teman dan musuh abadi didalamnya melainkan kepentingan abadi. Namun mereka masih percaya, berkompromi dan berdamai dengan situasi politik kejam dan akan mampu memperbaiki kondisi politik yang sudah carut marut dengan kemampuan mereka ala kadarnya,dari pada tidak berbuat apapun untuk perubahan, meski harus dengan saling menerjang, menjilat, menyuap, dan menikam dari belakang. Saat ini ‘bermesraan’ dengan koalisi, bisa jadi besok entah kapan, akan saling bermusuhan; berdasarkan kepentingan abadi mereka masing-masing. Itulah politik demokrasi. Semua bisa dikompromikan.
Sehingga wajar jika bermunculan ‘keluhan’ masyarakat semacam yang di suarakan dalam lyric lagu Iwan Fals maupun Klaus Meine diatas.
3. Manusia yang berfikir bahwa politik itu kejam manakala di definisikan dan diberlakukan memang secara kejam dan zhalim oleh pelaku politik sehingga para pelaku yang terlibat didalamnya, sebaik apapun diri mereka, akan bisa terpengaruh oleh kekejaman dan kezhaliman sistem politik yang berlaku. Manusia ini berfikir bahwa di luar politik kotor, masih ada politik yang bersih, jauh dari trik intrik, tipu daya manusia yang kotor. Yakni politik Islam 100% (kaffah) yang diajarkan baginda Rasulullah SAW dan para sahabatnya (khulafa’ur rasyidin); dan dijalankan sesuai tuntunan illahi dalam kitabNya (al Qur’an) dan as sunnah.Politik bersih inilah satu-satunya harapan yang bisa mewujudkan keinginan mereka untuk hidup damai dan tenang baik dalam kehidupan spiritual maupun politik.
Politik dalam pandangan Islam
Dalam Islam sendiri, makna politik, secara bahasa, (bahasa Arab: سياسي إسلامي) adalah dikenal dengan istilah siyasah. Oleh sebab itu, di dalam buku-buku para ulama dikenal istilah siyasah syar’iyyah. Dalam Al Muhith, siyasah berakar kata sâsa – yasûsu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha siyasatan bererti Qama ‘alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya). Bila dikatakan sasa al amra ertinya dabbarahu (mengurusi / mengatur perkara).
Berarti secara ringkas maksud Politik Islam adalah pengurusan atas segala urusan seluruh umat manusia, muslim dan non muslim.
Rasulullah sendiri bersabda, : “Adalah Bani Israil, mereka diurusi (siyasah) urusannya oleh para nabi (tasusuhumul anbiya). Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan ada banyak para khalifah.” - (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)
“Siapa saja yang bangun di pagi hari dan dia hanya memperhatikan urusan dunianya, maka orang tersebut tidak berguna apa-apa di sisi Allah; dan barang siapa yang tidak memperhatikan urusan kaum Muslimin, maka dia tidak termasuk golongan mereka (yaitu kaum Muslim). - (Hadis Riwayat Thabrani)
Politik Islam dalam Pandangan Orientalis Barat
1. Dr. V. Fitzgerald berkata : “Islam bukanlah semata agama (a religion), namun ia juga merupakan sebuah sistem politik (a political system). Meskipun pada dekade terakhir ada beberapa kalangan dari umat Islam, yang mendakwa diri mereka sebagai kalangan ‘modernis’, yang berusaha memisahkan kedua sisi itu, namun seluruh gagasan pemikiran Islam dibangun di atas fundamental bahawa kedua sisi itu saling bergandingan dengan selaras, yang tidak boleh dipisahkan antara satu sama lain”
2. Prof. C. A. Nallino berkata : “Muhammad telah membangun dalam waktu bersamaan: agama (a religion) dan negara (a state). Dan batas-batas wilayah negara yang ia bangun itu terus terjaga sepanjang hayatnya”.
3. Dr. Schacht berkata : ” Islam lebih dari sekadar agama, ia juga mencerminkan teori-teori perundangan dan politik. Dalam ungkapan yang lebih sederhana, ia merupakan sistem peradaban yang lengkap, yang mencakup agama dan negara secara bersamaan”.
4. Prof. R. Strothmann berkata : “Islam adalah suatu fenomena agama dan politik. Karena pembangunnya adalah seorang Nabi, yang juga seorang politik yang bijaksana, atau “negarawan”.
5. Prof D.B. Macdonald berkata : “Di sini (di Madinah) dibangun negara Islam yang pertama, dan diletakkan prinsip-prinsip utama dalam undang-undang Islam”.
6. Sir. T. Arnold berkata : ” Adalah Nabi, pada waktu yang sama, seorang ketua agama dan ketua negara”.
7. Prof. Gibb berkata : “Dengan demikian, jelaslah bahawa Islam bukanlah sekadar kepercayaan agama individual, namun ia meniscayakan berdirinya suatu bangun masyarakat yang bebas. Ia mempunyai cara tersendiri dalam sistem pemerintahan, perundangan dan institusi”.
Kebesaran Islam diakui para orientalis sendiri. Di balik sikap permusuhan mereka kepada Islam dan umatnya, pandangan-pandangan jujur mereka tentang Islam sama sekali tak membatasi Islam dalam ruang yang sempit sebatas ibadah ritual semata.
Lalu bagaimana bisa kita, umat Islam sendiri, bisa anti politik dan membatasi Islam hanya dalam ruang spiritual?
------------------------------------------------
Catatan : 12 Agustus 2015, 2.10 AM