Dedi E Kusmayadi Soerialaga
“Dan diantara
manusia ada orang-orang yang mengabdi (menyembah) tandingan-tandingan
(andad) selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai
Allah, adapun orang-orang yang beriman sangat amat cintanya hanya kepada
Allah…” (Qs. Al-Baqarah: 165)
Ayat di atas menjelaskan tentang sikap
manusia dalam beribadah dan sikapnya terhadap apa yang disembah.
Orang-orang musyrik, kafir dan munafik adalah orang yang paling banyak
menghabiskan hidupnya menyembah hawa nafsu dan akal sebagai Ilahnya dan menjadikannya sandaran agama dalam kehidupannya.
Maka pernahkah kamu melihat orang
yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya
berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan
hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang
akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka
mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (Qs. Al-Jaatsiyah:23)
Mereka cenderung mendewa-dewakan, bahkan
mencintainya sebagaimana mereka juga sama mencintai Allah dalam
beragama. Berbeda dengan orang Mukmin, dia manusia yang paling banyak
menjadikan hidupnya berbakti kepada Allah, dan hanya Allah yang
dijadikan satu-satunya Ilah bagi mereka, sikap Mukmin hanya mencenderungi satu ilah
saja dan mencintainya dengan sepenuh hati. Sikap kecenderungan hati
untuk mencintai apa yang disembahnya dalam istilah agama dinamakan
dengan “mahabbah“. Allah Subhanahu wa Ta’ala
menjelaskan dengan ayat-Nya yang mulia, bahwa manusia memiliki
kecenderungan mencintai kepada setiap yang disembah (baca: ditaati) hal
tersebut sebagai konsekuensi keimanan dari masing-masing manusia
tersebut. Mencintai (mahabbah) merupakan buah dari ibadah
seorang hamba, sedangkan ibadah itu sendiri adalah perwujudan totalitas
cinta yang disertai oleh totalitas rasa tunduk dan merendahkan diri
dihadapan sang Khaliq. Sedangkan hasil dari sebuah peribadatan adalah keridhaan.
Dan di antara manusia ada orang
yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha
Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. (Qs.Al-Baqarah:207)
Namun jika manusia beribadah dengan mahabbah yang salah kepada Allah, maka jangan harap akan sampai kepada mardhotillah. Islam memberikan petunjuk bagaimana nilai mahabbah ibadah dapat diraih dengan benar. Syaikh Ahmad Musthafa al-Maraghi dalam tafsirnya memberikan penjelasan tentang makna mahabbah yang cukup bagus, beliau mengatakan “mahabah
ialah kecendrungan jiwa terhadap sesuatu karena adanya kesempurnaan
yang dijumpai di dalamnya, sehingga hal tersebut mengajak jiwa untuk
mendekatkan diri kepadanya dengan sedekat-dekatnya.” (terjemah tafsir
al-Maraghi juz 3).
Bagaimana meraih mahabbah Allah dengan benar?
Mari kita simak surat ali-Imran ayat 31 sebagai jawaban terhadap surat al-Baqarah: 165
“Katakanlah jika kamu mencintai
Allah,maka ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah akan mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu,” Allah maha mengampuni lagi maha penyayang.”
Syarat meraih mahabbah kepada Allah dengan benar berdasar ayat di atas yaitu dengan mengikuti (ittiba’ kepada Rasul-Nya, cara mengikuti Rasul dijelaskan disurat al-Hasyr ayat 7, “Apa yang diperintahkan Rasul maka jalankanlah, dan apa yang dilarang maka tinggalkan,”.
Dengan kata lain Allah mewajibkan kita untuk mengikuti Rasul dalam
menjalankan agama dan ibadah, karena keimanan kepada Rasul berarti iman
kepada Allah, ketaatan kepada Rasul adalah wujud taat kepada Allah dan
cinta kepada Rasul adalah hakikat cinta kita kepada Allah.
Bagaimana wujud nyata mengikuti rasul sebagai bukti cinta kepada Allah?
- Mengikuti jalan Islam yang benar berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah “Dan bahwa yang Aku perintahkan ini adalah jalan-Ku (Islam) yang lurus, maka ikutilah dia…” (Qs. Al-An’aam: 153).
Mengikuti
Islam berdasar petunjuk yang benar adalah kewajiban, maka jika
menjalankan keislaman tidak menurut petunjuk yang benar. Maka kita tidak
dikatakan mengikuti Rasul berarti pula tidak mencintai Allah
- Menjalankan peraturan atau sistem Islam dalam kehidupan
”Kemudian kami jadikan bagimu (muhammad) di atas sebuah peraturan dalam agama, maka ikutilah…” (Qs. Al-Jatsiyah: 18)
Mengikuti peraturan di luar Islam adalah
bentuk pengingkaran atau pengkhianatan cinta kepada Allah, bagaimana
mungkin dia mencintai sesuatu tapi ia tidak menghargai ucapan yang
dicintai dan meninggalkan setiap titahnya.
- Memperjuangkan ajaran Islam agar berlaku seluas-luasnya dikalangan umat Islam.
Salah satu bukti kecintaan sejati seorang
muslim adalah dengan memperjuangkan (baca: menegakkan) ajaran Islam
sebagai nilai dasar kehidupan dan sumber ideologi manusia yang lurus
(lihat Qs. At-Taubah: 33, Qs. Al-Fath: 28). Salah satu bukti kecintaan
Allah kepada hamba-Nya ialah jika hidupnya senantiasa dikhidmatkan untuk memperjuangkan Islam dengan tertib bersama orang-orang yang juga memperjuangkan Islam dalam barisan al-Jamaah
(lihat Qs. Ash-Shaaf: 4, Qs. Ali-Imran: 103). Dan juga salah satu
bentuk keridhoaan Allah manakala Islam sudah dipakai dan didaulat
sebagai peraturan hidup yang nyata dalam kehidupan (lihat Qs:.Al-Maidah:
3)
Jika amaliyah diatas kita laksanakan dengan baik sebagai wujud ketaatan mengikuti Rasul, maka kita akan menggapai buah manis mahabbah yang sejati, antara lain:
- Allah akan mengasihi dengan sifat kasih yang Maha Sempurna
“ Niscaya Allah akan mengasihi kamu… “
Diantara sifat kasih-Nya ialah dengan
membimbing serta menjaga kita dari kekafiran dan kedurhakaan kepada-Nya
hingga diselamatkan di akhirat dari hisab yang sangat keras.
- Mengampuni segala dosa dan kesalahan
“ Dan Allah akan mengampuni dosa-dosa kalian “
Buah manis kedua yang akan diberikan
Allah ialah dengan memberikan amnesti pengampunan total dan pemutihan
dosa dengan pahala dan syurga, inilah sebuah puncak kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-Nya yang tiada tara, Dia mengembalikan kita pada sisi-Nya yang suci dengan maqam
yang terpuji sebagaimana diberikan para manusia terbaik yaitu para
Nabi, syuhada, sholihin dan shiddiqin. Inilah kesuksesan final dari
sebuah ibadah kepada Allah yang berpijak di atas nilai mahabbah yang lurus hingga menggapai manisnya fasilitas Allah berupa kasih sayang-Nya.
“Barangsiapa yang mentaati Allah dan
Rasul-Nya, mereka itu akan bersama–sama dengan orang-orang yang
dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Para Nabi, Para Shiddiqin,
orang-orang yang mati syahid dan orang-orang yang sholeh. Dan mereka
itulah teman yang sebaik-baiknya, yang demikian itu adalah sebuah
karunia dari Allah. Dan Allah cukup mengetahui.” (Qs. An-Nisaa’: 69-70)
Wallahu’alam bish-showwab
HasbunaAllah Wani’mal Wakil