Akan sangat banyak kata-kata jika kita gunakan untuk mengungkapkan
kemuliaan dan keutamaan bulan suci Ramadhan. Sebagai seorang muslim
tentunya kita sangat berharap bertemu serta merasa bahagia dengan
datangnya bulan Ramadhan. Kegembiran akan datangnya bulan Ramadhan telah
dicontohkan oleh para salaf (pendahulu) kita.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أتاكم رمضان شهر مبارك. فرض الله عز وجل عليكم صيامه، تفتح
فيه أبواب السماء، وتغلق فيه أبواب الجحيم، وتغلّ فيه مردة الشياطين، لله
فيه ليلة خير من ألف شهر، من حرم خيرها فقد حرم
“Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan,
bulan yang penuh berkah. Allah wajibkan kepada kalian puasa di bulan
ini. Di bulan ini, akan dibukakan pintu-pintu langit, dan ditutup
pintu-pintu neraka, serta setan-setan nakal akan dibelenggu. Demi Allah,
di bulan ini terdapat satu malam yang lebih baik dari pada 1000 bulan.
Siapa yang terhalangi untuk mendulang banyak pahala di malam itu,
berarti dia terhalangi mendapatkan kebaikan.”1
Syaikh Shalih Al-Fauzan
hafidzahullah berkata menjelaskan hadits,
ففي هذا الحديث بشارة من رسول الله (صلى الله عليه وسلم)
لعباد الله الصالحين بقدوم شهر رمضان المبارك. لأن النبي (صلى الله عليه
وسلم) أخبر الصحابة رضي الله عنهم بقدومه
“
Pada hadis ini terdapat kabar gembira dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada hamba Allah yang shalih dengan datangnya bulan Ramadhan yang diberkahi. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan kepada para sahabat akan kedatangan Ramadhan.”2
Bergembira Datangnya Ramadhan Hanya Karena Ada Keuntungan Dunia
Ada sebagian kecil kaum muslimin yang bergembira
menyambut bulan Ramadhan karena ada keuntungan dunia di bulan suci ini.
Bahkan bisa jadi mereka bergembira hanya karena ada keuntungan dunia
saja bukan karena keuntungan dan kebahagiaan di akhirat.
Agar bulan suci Ramadhan tidak hanya sekedar tujuan dunia saja, maka
kita perlu intropeksi niat kita sebelum memasuki bulan suci tersebut.
Masalah niat adalah perkara yang cukup berat ketika kita berusaha untuk
mengikhlaskannya.
Sufyan Ats-Tsauri
rahimahullah berkata,
ما عالجت شيئا أشد علي من نيتي ؛ لأنها تتقلب علي
“Tidaklah aku berusaha untuk mengobati sesuatu yang lebih berat
daripada meluruskan niatku, karena niat itu senantiasa berbolak-balik.”3
Berikut beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam hal niat kita:
1. Musim Jualan Serba-Serbi Ramadhan
Memang bisnis pernak-pernih Ramadhan bisa sangat menguntungkan,
misalnya jualan kurma, makanan menjelang berbuka, baju lebaran dan
lain-lainnya. Sebaiknya jangan sampai bulan Ramadhan hanya fokus saja
pada bisnis dan mencari keuntungan dunia sampai lupa mencari keuntungan
akhirat atau lupa memanfaatkan berkah bulan Ramadhan untuk tujuan
akhirat, bahkan lalai dalam beribadah, misalnya:
- Di sela-sela shalat lebih sibuk menawarkan
dagangan baik lewat sosmed atau yang lain sampai-sampai tidak ada waktu
untuk membaca Al-Quran. Padahal Ramadhan adalah bulan Al-Quran.
- Malam hari sibuk dengan berjualan sampai lalai beribadah shalat malam dan membaca Al-Quran.
- Sangat sibuk berjualan ketika menjelang berbuka sampai-sampai shalat
magrib sangat terlambat dan laki-laki tidak shalat berjamaah di masjid
Hendaknya jangan lupa bahwa ibadah di bulan Ramadhan sangat besar
pahala dan keutamaannya. Karenanya pintu surga dibuka menunjukkan bahwa
banyak amal ibadah yang bisa dilakukan dan difokuskan selama bulan
Ramadhan.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
“
Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan pun dibelenggu.”
4
2. Sibuk Memilih-milih Tempat Berbuka Puasa Gratis Yang Enak
Bagi para perantau semisal mahasiswa, di bulan Ramadhan bisa jadi
buka puasa gratis ini sangat menghemat pengeluaran mereka. Umumnya buka
puasa gratis biasanya ada pengajian pengantar sebelum berbuka.
Sebenarnya tidak masalah datang untuk berbuka puasa karena memang
disediakan gratis dari para muhsinin. Akan tetapi yang menjadi perhatian
adalah jangan sampai sibuk memilih-milih tempat berbuka puasa di mana
yang makanannya lebih enak, atau ada niat ikut pengajian menjelang
membuka sekedar formalitas saja karena intinya ingin ikut buka puasa
gratis saja.
Sebaiknya kita ikhlaskan lagi dan intropeksi niat kita. Jika memang
panitia menyediakan makanan berbuka bagi mereka yang datang lebih awal
dan mengikuti kajian, maka bagi yang sengaja datang terlambat karena
ingin dapat berbuka gratis saja, sebaiknya mendahulukan jatah mereka
yang sudah lebih dahulu datang.
Yang cukup penting juga adalah mendoakan mereka yang telah memberikan kita buka puasa dengan doa beberapa berikut:
اللَّهُمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِي وَاسْقِ مَنْ سَقَانِي
Allahumma ath’im man ath’amanii wasqi man saqaa-nii
“
Ya Allah, berilah makanan orang yang memberi aku makan dan berilah minum orang yang memberi aku minuman. “5
Atau doa:
اللَّهُمَّ بَارِك لَهُم فِيمَا رَزَقْـــتَهُم وَاغْفِرْ لَهُم وَارحَمْهُم
Allahumma baarik lahum fii maa razaqtahum, waghfir lahum, warhamhum
“Ya Allah, berkahilah rezeki yang Engkau anugerahkan kepada mereka, ampuni mereka dan berikanlah rahmat kepada mereka.” 6
3. Mendadak lebih Agamis dan Memakai hijab syar’i selama bulan Ramadhan Saja
Alhamdulillah jika memang benar-benar niatnya berubah dan
lebih agamis. Memanfaatkan momentum dan berkah bulan Ramadhan untuk
kembali ke jalan syariat yang benar untuk kesuksesan dunia dan akhirat.
Akan tetapi jika niatnya hanya sementara saja selama bulan Ramadhan dan
setelah Ramadhan kembali lagi, maka niat ini harus diperbaiki dan
usahakan lebih ikhlas lagi serta berdoa semoga Allah tetap memberikan
hidayah-Nya.
Bagi yang memakai hijab syari selama bulan Ramadhan padahal
sebelumnya tidak, maka berdoalah semoga tetap kokoh beragama. Hilangkan
jauh-jauh tendensi dan tujuan dunia dengan memakai jilbab, misalnya
lebih laku ketika menjadi model Ramadhan dengan berpenampilan agamis.
Mohon dan berdoalah agar tetap kokoh beragama baik selama maupun setelah Ramadhan sampai akhir hayat. Bacalah doa berikut:
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
‘
Rabbanaa laa tuzigh quluubanaa ba’da idz hadaitanaa wa hab lanaa min-ladunka rohmatan, innaka antal-wahhaab’
“
Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong
kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan
karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya
Engkau-lah Dzat yang Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imran: 8).
Atau doa:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
‘
Ya Muqallibal Quluubi Tsabbit Qalbiy ‘Alaa Diinika’.
“
Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.”7
4. Penceramah dan Imam Yang Mendapatkan “Amplop”
Alhamdulillah bulan Ramadhan insya Allah banyak ilmu
yang disampaikan dan kaum muslimin hadir di majelis ilmu untuk
mendengarkannya. Sebagaimana kebiasaan kita, biasanya ada ceramah
setelah shalat subuh atau setelah tarawih. Kita sangat bersyukur ada
ustadz dan orang yang berilmu bisa membagi ilmu agama serta memberikan
pencerahan ajakan ke jalan Allah kepada kaum muslimin. Bagi penceramah
dan imam bisa jadi mereka mendapatkan “amplop” ketika akan mengisi
pengajian atau ceramah (hukumnya boleh menerimanya).
Akan tetapi perlu diluruskan niatnya dan kita intropeksi diri dengan
niat mengajak ke jalan Allah dan niat mendidik masyarakat. Sebaiknya
hindari:
- Mematok biaya ceramah
- Memilih-milih mana yang isi amplopnya lebih banyak, tetapi pilih sesuai mashlahat dakwah yang lebih baik
- Memberikan ceramah yang monoton satu tema untuk beberapa masjid
tanpa peduli sama sekali kebutuhan materi dakwah yang lebih dibutuhkan.
Sebenarnya masih banyak lagi contohnya, semoga kita bisa lebih ikhlas
dan menyambut Ramadhan dalam rangka tujuan akhirat yang lebih ikhlas.
Penulis: Ustadz Raehanul Bahraen
Demikian semoga bermanfaat.
Foot note :
1. HR. Ahmad, Nasai 2106, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth)
2. Majalis Ramadhaniyah, sumber: http://islamport.com/w/amm/Web/5224/5.htm
3. Jami’ Al-‘ulum wal hikam hal. 18, Darul Aqidah, Koiro, cet.I, 1422 H
4. HR. Muslim
5. HR. Muslim, No. 2055
6 . HR. Muslim 2042
7. HR. At-Tirmidzi no.3522, Shahih Sunan At-Tirmidzi no.2792