“Dialah Allah yang telah menurunkan sakinah (ketenangan) di dalam
dada orang-orang Mukmin dengan menambahkan keimanan disamping keimanan
yang sudah ada….” (Qs. Al-Fath : 4)
Allah SWT menjelaskan bahwa Dialah yang berkuasa dan berkewajiban
menurunkan sakinah terhadap hamba-Nya yang Mukmin, sakinah adalah nikmat
lahir dan bathin seorang Mukmin dalam menjalankan kehidupan keimanan
tanpa ada rasa takut dan tekanan apalagi kebimbangan, aktivitas amal
dijalankan dengan lapang dan khusyu’ karena landasan iman yang telah
terkondisikan, bagaimanapun bagus dan banyaknya amalan seorang Mukmin
jika tidak dilandasi keimanan yang stabil dan aman maka nikmat sakinah
mustahil akan bisa diraih. Jika dilihat dari bunyi ayat diatas hakikat
sakinah terletak bukan dari fisik seseorang melainkan dari keimanan yang
dimilikinya, apa ada seorang Mukmin ketika menjalankan keimanannya
merasa tidak sakinah? Lalu bagaimana sakinah keimanan itu bisa dirasakan
dengan sempurna?
Kita diingatkan oleh Allah betapa seorang Mukmin awal dimana sebagai
umat terbaik dizaman Rasul pernah merasakan tekanan (baca: khauf)
diawal–awal keislaman mereka, menyebabkan kegoncangan dahsyat dalam
memelihara keimanan, (lihat bunyi Quran surat al-Baqarah: 214 dan
al-Qur’an surat al-Anfal: 26) dijelaskan sampai mereka mengatakan
sebagai bahasa pasrahnya : “ … Bilakah pertolongan Allah datang….” Rasul hanya menjawab: “ Ketahuilah…!, Sesungguhnya pertolongan Allah sangat dekat…” untuk
merasakan dan meraih nikmat keimanan dengan sakinah maka Allah
menurunkan ayat sebagai hiburan yang menyejukan qalbu Mukmin yaitu
dengan menjanjikan kemenangan dan ampunan, jika kita tinjau surat
al-Fath diatas bahwa bonus sakinah yang Allah akan turunkan diayat 4,
manakala pintu kemenangan Islam telah didapat dan dikuasai dan diberikan
Allah sesuai bunyi ayat 1
“Sesungguhnya Kami akan bukakan bagi mu pintu kemenangan Islam yang nyata…”
Maka fasilitas ampunan dan ketenangan pasti didapat dengan sempurna.
Hari ini kita sebagai umat belum sepenuhnya merasakan manisnya sakinah
dalam menjalankan keimanan. Kenapa demikian? Allah menjawab di surat
An-Nahl ayat 112, faktor yang menyebabkan hilangnya sakinah dan keamanan
hati karena masih kecenderungannya hati dengan kekufuran. Bahkan
mencampurkan antara keimanan dengan kekafiran, ketauhidan dengan
kemusyrikan.
Mari kita simak dalam sebuah hadits yang di ucapakan oleh Rasul Saw
bagaimana gambaran seorang Mukmin yang merasa sakinah dalam menjalankan
manisnya keimanan.
“Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah
yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat
petunjuk.” (Qs. al-An’aam: 82)
“Dari Anas bin Malik Ra, bahwa
Rasulullah Saw bersabda: “ Tiga perkara yang jika terdapat pada seorang
Mukmin maka akan merasakan manisnya menjalankan keimanan, yaitu:
mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi daripada cinta kepada keduanya,
mencintai orang lain karena Allah, dan sangat membenci kembali
mengerjakan kekufuran sebagimana ia membenci dijatuhkan ke dalam api
neraka.” (Hr Bukhari dalam kitab terjemah Fathul Baari)
Rasul menjamin jika kita total menjalankan keimanan dan amal
sebagaimana yang disebut diatas, maka hakikat beriman akan kita raih dan
itulah sakinah dalam keimanan yang sejati. 3 perkara yang wajib kita
jalankan ialah:
- Mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cinta yang lain.
Inilah puncak kenikmatan iman sejati,
tiada yang dijadikan tujuan hidup bagi seorang Mukmin melainkan Allah
dan Rasul-Nya sebagai terminal akhir kecintaannya, kecintaan yang tidak
ditujukan kepada Allah dan Rasul adalah kecintaan yang palsu, derajat
seorang Mukmin akan menjadi fasiq tatkala dunia dan seisinya menjadi
tandingan Allah dan Rasul-Nya dalam hal mencintai, simaklah al-Qur’an
surat at-Taubah ayat 24.
“…Adalah lebih
kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta jihad dijalan-Nya, maka
tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya,dan Allah tidak akan
memberi petunjuk kepada kaum yang fasik (dusta terhadap keimanannya).”
Imam Ibnu Hajar Asqalani dalam kitab
fathul baari-nya mengatakan bahwa dalam mengomentari ayat diatas bahwa
Mukmin harus lebih mengutamakan kemuliaan dan kewajiban ketimbang
kehinaan dan kemaksiatan.
- Mencintai orang lain karena Allah.
Imam Thabrani dalam Al-Kabir meriwayatkan dari Ibnu Abbas Ra, bahwa Rasulullah Saw berkata:
“Buhul tali yang kokoh dalam keimanan
adalah perwalaan karena Allah dan permusuhan karena Allah, mencinta
karena Allah dan membenci karena Allah. “ (Dalam shahih jami’as-shagiir
Al-bani mengatakan hadits ini hasan).
Kesempurnaan iman terbukti manakala
antara Mukmin yang bertauhid mewujudkan hubungan perwalaan (sistem
kepemimpinan) yang kuat dan meninggalkan pertemanan (kesetiaan) terhadap
kuffar. Justru sebaliknya cacatnya keimanan seorang Mukmin apabila
mengadakan pertemanan (kesetiaan) dengan kaum kuffar wal munafiqin,
dengan meninggalkan bahkan mengadakan permusuhan dengan sesama Mukmin.
Kamu tak akan
mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling
berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya,
sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau
saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang
telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan
pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam
surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas
terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah.
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang
beruntung. (Qs. Al-mujadalah : 22)
- Membenci kekufuran sebagaimana ia membenci jika dimasukan ke dalam neraka.
Inilah buah manis keimanan yang dimiliki
si Mukmin dengan nyata bahwa kekufuran adalah virus iman yang mematikan
bisa berdampak kematian iman secara total, maka salah satu bukti hidup
dan manisnya iman ialah cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu
indah di dalam hati serta menjadikan kebencian terhadap kekafiran,
kefasikan dan kedurhakaan. Antara iman dan kafir adalah dua kutub yang
berbeda ibarat langit dan bumi tidak akan bersatu, apalagi disatukan,
jika iman hilang dari hati si Mukmin yang tampak adalah kekafiran,
sebaliknya jika kufur yang hilang akan memancar cahaya iman.
Allah menjelaskan dalam sebuah ayat yang sangat indah yaitu di Qs. al-Hujuraat : 7
“…Tetapi Allah
menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah
dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan
kedurhakaan…”
Hanya orang yang sehat akan merasakan manisnya madu, tapi orang yang
sakit justru merasakan pahitnya madu,begitu pula hanya orang yang hidup
imannya yang akan merasakan indahnya beriman, tapi bagi orang yang mati
imannya justru akan semakin sesak dan berat beriman, iman yang hidup
akan melahirkan amal yang nyata. Sedangkan keimanan yang manis adalah
terlahir dari kondisi sakinah dan mutmainahnya jiwa seseorang. Semoga
kita termasuk hamba-Nya yang dibimbing dan di selamatkan dari kefasikan
dan kekafiran. InsyaAllah Amin…! (Ust. Qomaruddin Awwam, M.A)
Wallahu’Alam Bish-showwab