PKS Sumedang Utara - Sukabumi Kota, Wakil Walikota
Sukabumi Achmad Fahmi menilai, kesadaran masyarakat dalam berbangsa dan
bernegara pada akhir-akhir ini mulai luntur. Menurutnya, hal ini dilihat
dari semakin jauhnya masyarakat dari empat pilar kebangsaan yang
dimiliki bangsa Indonesia, yaitu: 1. Pancasila, 2. Undang-Undang Dasar 1945, 3.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan 4. semboyan Bhineka Tunggal
Ika.
"Semua pihak sangat meyakini, bahwa penguatan karakter bangsa akan
semakin kokoh dengan menghayati dan mengimplementasikan keempat pilar
kebangsaan tersebut sebagai landasan pokok dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara," kata Fachmi, di Kota Sukabumi, Jumat (5/2/2015).
Keempat pilar ini, kata Fachmi, telah menjadi kunci utama khususnya
dalam memperkokoh keutuhan, persatuan dan kesatuan bangsa. Sehingga,
ujar Fachmi, bangsa Indonesia disegani oleh bangsa-bangsa lain di dunia.
Selain itu, tambahnya, keempat pilar ini juga telah menjadi dasar
bangsa, dalam mengelola Negara Indonesia yang terdiri dari 17 ribu pulau
dan 500 suku bangsa dengan jumlah penduduk saat ini sudah mencapai
sekitar hampir 250 juta jiwa.
"Fakta tersebut mengukuhkan, bahwa Negara Indonesia sebagai negara
kepulauan terbesar di dunia, dengan jumlah suku bangsa terbanyak di
dunia, dan negara nomor empat terbesar di dunia dari segi jumlah
penduduk," tuturnya.
Lebih lanjut Fachmi menjelaskan, gambaran objektif tentang Negara
Indonesia setidaknya memiliki dua perspektif. Pertama, kata Fachmi,
merupakan sebuah potensi dan kebanggaan. "Karena tidak mudah menyatukan
penduduk dengan keanekaragaman suku bangsa dan budaya yang melatarinya,"
ujarnya.
Sedangkan perspektif kedua, lanjutnya, merupakan kerawanan sekaligus
tantangan. Sebab dengan pluralitas Negara Indonesia banyak aspek, yakni
kebhinnekaan, keragaman dan kemajemukan, bisa berdampak pada
disintegrasi bangsa. "Ini apabila segenap bangsa Indonesia tidak pandai
merawat tali ikatan sebagai sebuah bangsa," tambahnya.
Selain itu, menurut Fachmi, mengelola sebuah bangsa yang plural
sangat sulit dan penuh tantangan, karena banyak problematika,
kepentingan dan tuntutan dari seluruh komponen bangsa yang mengklaim
memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk menunaikan hak dan
kewajibannya terhadap negara.
"Di sisi lain latar belakang agama, suku bangsa, budaya dan
disparitas tingkat pendidikan yang tinggi, tentunya akan berakibat pada
perbedaan dalam cara pandang dan cara tindak, dalam mengelola
permasalahan bangsa dan negara," pungkasnya.